Jumat, 24 April 2009

Televisi alaihi salam

Selepas saya dikecewakan dengan sinetron Cahaya yang muter muter dan njlimet, saya larang istri saya untuk nonton sinetron, sehingga praktis saya tidak mengikuti sinetron termasuk HAREM –sekarang INAYAH-, padahal ada beberapa kawan mengajak istri melihat sinetron Inayah di Indosiar dengan tujuan terselubung memberi pengertian tentang poligami sehingga ada peluang halal baginya untuk bisa berpoligami dengan “restu” istri. Cuma beberapa waktu yang lalu, saya mendengar celotehan anak kecil, yang sedang bermain main “peran”, dengan lugu ada salah seorang berkata; kowe nanti istri saya, kowe yo juga yo … maksudnya tentunya peran yang dimainkan. Terus dengan polos nya juga, ada yang nyahut yak owe dadi Aryo, kowe dadi Romo DOSO, kowe dadi ami desy , dadi inayah. Dst dst …

Waduh, waduh saya yakin mereka tidak tahu definisi yang tepat tentang istri, tidak tahu konsep poligami dst dst. Cuma ini menjadi sebuah peringatan bagi saya dan kita semua tentunya bahwa sekarang untuk mencari tempat aman begitu susah, maksudnya kita sebagai orang tua perlu kerja ekstra keras mengawal perkembangan anak, mungkin ada beberapa ibu ibu yang begitu khawatir dengan pengaruh lingkungan di luar rumah, sehingga untuk mengamankan anaknya dari pengaruh yang “tidak aman” para ibu lebih mengijinkan anak untuk diam di rumah dan diberikan teman televisi.

Kejadian yang saya lihat pas anak anak sedang main mainan peran, bagi saya itu merupakan pukulan telak bagi kita bahwa ternyata setelah kita dengan susah payah menjaga anak ketika bergaul dengan lingkungan luar rumah ternyata kemudian anak masuk rumah pun kita masih perlu menjaga mereka, karena memang betul betul suasana di dalam rumah pun belum tentu aman, yah itu tadi aman dari “ROMO DOSO”- yang berseliweran di “musuh dalam selimut” – Televisi alaihi salam-.

Maka ada beberapa kawan yang dengan keras mengharamkan televisi, kadang lucu juga alasannya, itu bid’ah. Nah menurut saya haram halal nya televisi bukan pada letak “ada tidaknya pada zaman Nabi” tetapi justru pada isi televisi.

Saya tidak sedang kampanye anti Sinetron, tidak sedang kampanye anti poligami, saya sedang mikir , mainan apa yang pas untuk menemani anak saya.

Selamat mencari tempat aman bagi anak anak kita ....! semoga masih tersisa ..

Tuhan Tidak Harus Adil

Wah, tulisan saya sebelumnya (bisikan Sophan Sophiaan) menyisakan masalah, bukan pada masalah tema, tetapi pada redaksi ”untungnya Tuhan tidak harus adil”. Beberapa kawan tersinggung dengan kalimat saya itu, mereka mengatakan itu pelecehan ..

Maka perlu saya memberi penjelasan maksud saya tersebut, saya mengatakan Tuhan tidak harus adil dalam kapasitas saya sebagai hamba. Saya tidak berani menuntut Tuhan agar dia adil, sama sekali tidak berani, apa kapasitas seorang hamba menuntut ”Majikan”. Dalam relationship saya dan Tuhan, saya mendudukan Tuhan sebagai pemilik atas seluruh hidup, mati, dan apa saja dalam diri saya. Ada dan tidak ada nya saya terserah Tuhan. Jadi seandainya saya misalnya sudah melakukan sodaqoh, sholat dsb dan ternyata Tuhan memasukan saya ke Neraka, ya sudah ... apa saya protes dan bisa melakukan semacam ”class action” ke Tuhan? Misale Tuhan berkata ”kowe arep opo yen tak jeblos kan ke neraka?” ”Arep Opo kowe? Sakarepku toh ... wong aku Kuasa,” ”Aku tidak bisa di interpleasi oleh manusia”, apalagi semacam saya. ”Apalagi harus nurut atas perkataanmu yang mengharuskan Aku adil”

”Aku memberimu surga, memberimu kenikmatan itu bukan karena perbuatanmu dan bukan karena keharusan Ku sebagai Tuhan kepada mu tetapi karena Aku mencintai mu karena Aku sayang kepada mu bukan karena Aku diatur keharusan keharusan yang kamu sangkakan kepada KU, tidak ada kewajiban Tuhan, yang ada hanya Hak Tuhan.”

Jika kita menuntut Tuhan harus Adil, saya menjamin anda jarang yang selamat dengan keadilan Nya, silahkan hitung berapa hak anda yang pantas diajukan dalam ”timbangan keadilan”? Berapa kewajiban dari Tuhan yang tidak anda selesaikan, dan patut mendapat hukuman? Beranikah anda itungan itungan seperti itu? Wah saya terus terang tidak berani, saya berlindung dalam Rahman dan Rahim nya Tuhan, Saya tidak berani melakukan transaksi ”keadilan” dengan Tuhan karena pasti saya kalah dan tidak akan selamat.....

Kira kira begitu maksud saya dengan redaksi Tuhan tidak harus Adil ... maksud implisitnya adalah untuk menyadarkan diri saya bahwa saya adalah hamba yang tidak ada ”bargaining position” dihadapan Tuhan kecuali mengharap Kasih Sayang Nya.

Dalam timbangan PNS karena saya PNS, silahkan sebutkan keburukan kita selama 10 detik saja .. dan silahkan lakukan juga untuk kebaikan dalam tempo yang sama, beranikah anda PNS untuk itungan itungan secara adil??? Dan Apakah Tuhan sudah melakukan perhitungan keadilan kepada kita sebagai PNS? Yo opo rek dadine awake dhewe iki ...

Begitu juga untuk kawan kawan yang tidak sebagai PNS, misale sebagai pedagang, penjaga warnet, pemian sepak bola, dsb apakah berani melakukan perhitungan ”keadilan” dengan Tuhan?

Jadi sekali lagi Tuhan tidak harus adil, menurut saya ...
Yang tetap marah ya ndak papa .... saya tetap terima sebagai kawan. Dan itulah kedamaian ...

bisikan Sophan Sophiaan

Bejo : Asu !!! Kunyuk !!! Bangset !!! ora ngerti ono wong lagi nggolek pangan, koyo ngene gara-gara ono rombongan motor harley, aku dadi di kon minggir. Tak dongani mergo podo urakan lan sembrono ben podho tabrakan …

Dan ...

Pisuhan bejo menjadi kenyataan, Sophan Sophiaan yang kena tuah nya Bejo

Saya tidak sedang menyukuri kematian seseorang, tidak sama sekali. Saya hanya akan membawa anda ke alam pikiran saya, agar anda semua bisa mengambil pelajaran akan kematian Sophan Sophiaan. Saya mencintai Sophan Sophiaan sebagaimana kewajiban saya mencintai sesama manusia, dan agar kematian beliau tidak sia sia, maka saya akan buat kematian beliau bernilai bagi anda, setidaknya bagi saya.

Saya memang salah satu yang sebangun dengan Bejo, maksudnya adalah ketika rombongan konvoi Moge lewat, dengan sirene di depan, dengan tim pencari jalan, yang sering kali sok, dan mau menang sendiri sehingga banyak pengguna jalan yang merasa di rugikan, di dholimi dsb. Sehingga akhirnya terucaplah sumpah serapah Bejo.

Saya tidak tahu kenapa yang terpilih untuk menunjukan kekuatan doa orang yang didholimi adalah Sophan Sophiaan, bukan misalnya preman dalam rombongan konvoi itu. Padahal sepanjang pengetahuan saya, sosok Sophan Sophiaan termasuk sosok yang relatif baik.

Inilah sebuah pembelajaran bahwa selamat nya orang baik ternyata tidak otonom, maksud saya adalah jika anda termasuk dalam kualifikasi orang baik/benar tetapi kumpul di dalam komunitas yang relatif jelek maka selamatnya anda menjadi ”ada ketergantungan” terhadap selamatnya komunitas. Disinilah saya temukan urgensi bahwa tidak cukup menjadi orang baik, karena setelah menjadi orang baik diharapkan ”meresonansi” komunitas dimana anda sedang berada. Jika dihukumi, mungkin menjadi orang baik adalah fardhu ain, dan menularinya ke komunitas adalah fardhu kifayah. (maaf sebenarnya nggak pas amat, tapi untuk menyampaikan makna ke anda bahwa ”AKU bagian dari KITA” saya perlu membuat analogi hukum dalam islam)

Jadi, jika anda seorang PNS yang bersih, saya katakan ke anda bahwa keselamatan anda menjadi tidak otonom karena boleh jadi anda kena pisuhan dari orang yang didholimi dengan pisuhan umum, misale saja: Danjuk ! dasar PNS, wis dibayar rakyat, kerjane nyunat!!!

Saya tidak sanggup membayangkan jikalau Tuhan mengabulkan semua sumpah orang yang terdholimi, karena dimana mana sudah terdengar Pisuhan: ASU !! dasar PNS !!! meski masih samar samar dan tidak sekasar itu, tapi inti/makna nya adalah meminta keadilan Tuhan. (untungnya Tuhan tidak harus adil)

Maka mulai sekarang, setelah ajaran AA Gym dengan 3 M nya, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari sekarang, mulai dari yang kecil maka harus diteruskan dengan hadist Ma roa minkum munkaron falyughoyyir, bi yadayka, bi lisan bil qolbi (maaf yen salah)... Jikalau berat dengan motivasi hadist tersebut, maka minimal motivasinya adalah demi keselamatan anda.

Gampang di tulis, sulit dilaksanakan. (semoga setelah baca ini salah satu anda teresonansi dan itu memberikan alasan Tuhan mengampuni saya dan memberi keselamatan dari pisuhan2 yang saya dengar)